Senin, 02 Juli 2012

Indikator Kinerja


Indikator merupakan alat untuk mengukur pencapaian kinerja (input, outcome, dan output) baik di tingkat Kabinet/Pemerintah ataupun di tingkat K/L. Pengukuran kinerja memerlukan penetapan indikator-indikator yang sesuai dan terkait dengan informasi kinerja (impact, outcome, dan output).

Kriteria Penyusunan Indikator Kinerja
Penyusunan indikator kinerja, perlu untuk mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
a.  Relevant: indikator terkait secara logis dan langsung dengan tugas institusi, serta realisasi tujuan dan sasaran strategis institusi;
b. Well-defined: definisi indikator jelas dan tidak bermakna ganda sehingga mudah untuk dimengerti dan digunakan;
c. Measureable: indikator yang digunakan diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas atau harga.
-     Indikator kuantitas diukur dengan satuan angka dan unit
Contoh Indikator kuantitas : jumlah penumpang internasional yang masuk melalui pelabuhan udara dan pelabuhan laut.
-  Indikator kualitas menggambarkan kondisi atau keadaan tertentu yang ingin dicapai (melalui penambahan informasi tentang skala/tingkat pelayanan yang dihasilkan)
Contoh indikator kualitas : Proporsi kedatangan penumpang internasional yang diproses melalui imigrasi dalam waktu 30 menit.
-     Indikator harga mencerminkan kelayakan biaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran kinerja.
Contoh indikator harga : biaya pemrosesan imigrasi per penumpang.
d. Appropriate : indikator yang dipilih harus sesuai dengna upaya peningkatan pelayanan/kinerja
e.   Reliable : indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja;
f.  Verifiable : memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk menghasilkan indikator;
g.     Cost effective : kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.

Target Indikator Kinerja
Target kinerja disusun setelah indikator kinerja ditetapkan. Target kinerja menunjukkan sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai oleh K/L, program, dan kegiatan dalam periode waktu yang telah ditetapkan.

Dalam menetapkan target kinerja perlu diperhatikan standar kinerja yang dapat diterima (benchmarking). Salah satu cara menentukan standar kinerja adalah dengan mengacu kepada tingkat kinerja institusi/negara lain yang sejenis sebagai perwujudan best practices.
Standar kinerja dan target kinerja dinyatakan dengan jelas pada awal siklus perencanaan. Hal ini untuk menjamin aspek akuntabilitas pencapaian kinerja.

Kriteria dalam menentukan target kinerja menggunakan pendekatan “SMART”, yaitu :
a.    Spesific : sifat dan tingkat kinerja dapat diidentifikasi dengan jelas;
b.    Measurable : target kinerja dinyatakan dengan jelas dan terukur baik bagi indikator yang dinyatakan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan biaya;
c.    Achievable : target kinerja dapat dicapai terkait dengan kapasitas dan sumber daya yang ada;
d.    Relevant : mencerminkan keterkaitan (relevansi) antara target output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcome dalam rengka mencapai target impact yang ditetapkan; dan
e.    Time bond : waktu pencapaian kinerja ditetapkan.

Masing-masing indikator kinerja, selanjutnya harus dilengkapi dengan informasi indikator kinerja. Informasi indikator kinerja dalamn kerangka pengukuran kinerja terdiri atas :
a.    Nama indikator : mengidentifkasi nama dan kategori indikator.
b.    Tujuan/kepentingan : menjelaskan apa yang yang ingin dicerminkan dari sebuah indikator dan mengapa itu penting;
c.    Metode penghitungan : menggambarkan cara penghitungan indikator (jika indikator yang digunakan merupakan hasil perhitungan dari data/informasi yang dikumpulkan);
d.    Tipe perhitungan : mengidentifikasi sifat indikator kinerja (bersifat kumulatif atau non-kumulatif);
e.    Indikator baru : mengidentifikasi indikator baru atau indikator lama yang berubah sasaran kinerjanya dibanding tahun sebelumnya;
f.     Kinerja yang diharapkan : mengidentifikasi tingkat dan arah kinerja yang diharapkan;
g.    Standar indikator : mengidentifikasi standar kinerja yang dapat diterima;
h.    Penanggungjawab indikator : mengidentifikasi unit organisasi penanggungjawab dalam pendefinisian, analisis data, interpretasi, dan pelaporan indikator;
i.      Pengelola data indikator : mengidentifikasi unti organisasi penanggungjawab dalam memastikan data indikator telah terkumpul dan tersedia sesuai jadwal;
j.      Waktu pelaksanaan pengumpulan data indikator : tanggal yang ditetapkan untuk memulai pengumpulan data indikator;
k.    Jadwal pelaporan : mengidentifikasi jadwal pelaporan indikator (pertigabulan, persemester atau pertahun);
l.      Sumber pengumpulan data : menggambarkan asal data/informasi didapat dan cara pengumpulannya; dan
m.   Hambatan pengumpulan data : mengidentifikasi hambatan pengumpulan data/informasi terkait pengukuran kinerja.


Jumat, 22 Juni 2012

Salah Satu Teknik Audit : Wawancara

Wawancara merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah untuk mendapatkan informasi dari narasumber yang dilakukan oleh pewawancara.

Pelaksanaan audit memerlukan berbagai bentuk teknik komunikasi audit, yang salah satunya adalah teknik wawancara. Selain kegiatan audit seperti observasi, wawancara juga selalu digunakan oleh auditor untuk memperoleh data ataupun fakta yang diperlukan untuk mencapai tujuan.

Wawancara merupakan alat yang sangat baik untuk memperoleh informasi, pendapat, keyakinan, perasaan, motivasi, atau tanggapan seseorang mengenai suatu hal. Untuk itu auditor perlu membaca reaksi yang timbul dari auditee, sehingga dapat membantu dalam pencarian informasi yang diinginkan.

Struktur wawancara terbagi dalam 3 tahapan besar, yaitu :

1. Opening.
Dalam opening terdapat 2 tahapan yaitu : tahapan membangun rapport dan tahapan orientasi. Tahapan membangun rapport merupakan hal awal yang sangat penting, karena akan berpengaruh terhadap keakuratan informasi yang selanjutnya akan didapatkan. Yang perlu diperhatikan adalah auditor harus mampu menyeimbangkan perbedaan status antara auditor itu sendiri dengan auditan, sehingga pihak auditan merasa 'terbuka' untuk menyampaikan informasi. Tahapan orientasi merupakan tahapan auditor untuk memberitahukan tujuan dilakukan wawancara, manfaat dilakukannya wawancara ini sehingga auditan merasa penting untuk mengikuti wawancara ini.

2. The Body.
Merupakan tahapan dimana auditor masuk ke dalam pokok masalah yang akan dibicarakan. Langkah-langkah yang harus dilakukan auditor adalah mulai mengembangkan area penyelidikan, mengingat jawaban yang diberikan auditan, memilah jawaban yang relevan atau tidak, dan menentukan pertanyaan selanjutnya.

3. Closing.
Merupakan tahap mengakhiri wawancara tetapi bukan berarti mengakhiri hubungan kepada auditan karena bila terdapat informasi yang kurang, auditor dapat sewaktu-waktu menghubungi auditan kembali.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam teknik wawancara audit :
1. Gaya bicara dalam wawancara sebaiknya tidak berbelit-belit.
2. Nada dan irama tidak monoton, sehingga tidak membosankan auditan, sebaliknya juga jangan terlalu cepat yang dapat membingungkan auditan.
3. Sikap pewawancara sebaiknya tidak kaku, bersahabat, dan terbuka. Sebaiknya tidak bersikap seperti polisi yang menginterogasi tertuduh, atau dosen yang memberikan ceramah.
4. Pewawancara harus mampu membuat auditan/nara sumber merumuskan pernyataannya sendiri, jangan sampai auditor menyimpulkan sendiri dari pernyataan auditan.
5. Buat catatan dari hasil wawancara, khususnya hal-hal yang penting.

Penggunaan Kertas Kerja Audit sebagai Instrumen Audit

Pengertian Kertas Kerja Audit :
Merupakan kertas kerja yang digunakan auditor selama pemeriksaan untuk memperlihatkan pekerjaan yang telah dilaksanakan, metode dan prosedur pemeriksaan yang diikuti serta kesimpulan-kesimpulan yang telah dibuatnya.
Dengan kata lain, Kertas Kerja Audit dibuat oleh auditor menggunakan data-data yang didapat dari auditee, hasil analisis yang dibuat auditor itu sendiri, dan pihak ketiga yang independen yang berhubungan langsung maupun tidak langsung.




Contoh Kertas Kerja Audit :
- Catatan atau memo
- Hasil analisa jawaban konfirmasi
- Copy dari dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan proses audit.





Data-data yang didapat oleh auditor dari auditee merupakan data-data yang dapat digolongkan data rahasia, sehingga auditor wajib menjaganya agar tidak jatuh ke pihak-pihak yang tidak berkepentingan.



Tujuan pembuatan Kertas Kerja Audit :
- Untuk mengkoordinasi tahap proses audit.
- Sebagai pendukung yang penting terhadap pendapat auditor atas proses audit yang dilaksanakan.
- Sebagai penguat kesimpulan auditor dalam memberikan rekomendasi terhadap permasalahan auditee.
- Sebagai pedoman proses audit selanjutnya.


Kamis, 21 Juni 2012

Pelaksanaan e-Audit dalam untuk Mengawasi e-Procurement

Sistem pengadaan berbasis teknologi informasi (e-Procurement) saat ini telah diimplementasikan di beberapa instansi pemerintah yang difasilitasi oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Prinsip sistem e-Procurement yang paperless memberikan tantangan tersendiri bagi Auditor untuk melaksanakan audit yang terbiasa bekerja menggunakan dokumen 'real'.

Untungnya, LKPP sebagai pengembang Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) yang bekerjasama dengan BPKP mengembangkan e-Audit sebagai suatu alat bantu auditor yang digunakan untuk melakukan audit terhadap proses pengadaan yang dilelangkan melalui LPSE.

Pelaksanaan audit terhadap pelelangan yang menggunakan e-Procurement memungkinkan auditor untuk melakukan audit :

  • selama proses pengadaan (on the spot/real time); atau
  • setelah proses pengadaan (post audit).
Fasilitas yang tersedia di e-Audit yaitu :
  1. Memungkinkan auditor untuk melakukan fungsi-fungsi audit.
  2. Memungkinkan auditor mengambil data dari pusat data LPSE dan menyimpannya di pusat data tersendiri.
  3. Memungkinkan adanya kolaborasi antara auditor dengan auditee dalam proses audit (komunikasi dapat didokumentasikan).
  4. Memungkinkan auditor menyampaikan summary dan informasi-informasi hasil audit yang dapat ditindaklanjuti oleh auditee.
Pelaksanaan e-Audit :
1. Persiapan.
a. Auditor menyerahkan surat tugas kepada auditee (Panitia Pengadaan) dan diteruskan kepada LPSE untuk mendapat akses ke aplikasi SPSE.
b. LPSE menerima, menyimpan, dan menerbitkan kode akses terhadap nama-nama yang tercantum dalam surat tugas.
2. Pelaksanaan.
a. Proses audit pengadaan barang/jasa secara elektronik dilaksanakan melalui fasilitas yang disediakan dalam aplikasi SPSE.
b. Auditor hanya dapat mengakses data dan informasi yang disampaikan ULP/Panitia Pengadaan yang menjadi obyek audit sebagaimana tercantum dalam surat tugas.
c. Auditor dapat menemui ULP/Panitia Pengadaan untuk memperoleh informasi dalam rangka proses audit.

Untuk informasi lebih lanjut tentang e-Audit dapat mengklik link berikut :

Rabu, 20 Juni 2012

Pengertian dari Sampling Audit

Pada tulisan ini akan dibahas konsep-konsep sampling dalam perencanaan, prosedur penentuan jumlah sampling, penentuan sampling bukti pengujian pengendalian, dan penentuan sampling bukti pengujian substantive.

Sampling Audit
Standar audit mendefinisikan sampling audit (audit sampling) sebagai penerapan prosedur audit terhadap kurang dari 100% nilai ketidakyakinan dalam suatu saldo akun atau kelompok transaksi, dengan tujuan untuk menilai beberapa karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut (SA seksi 350.01). Fakta bahwa audit menggunakan sampling juga diberitahukan kepada pengguna laporan keuangan dengan kalimat "suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian" yang terdapat pada paragraf ruang lingkup laporan audit.

Risiko sampling
Risiko sampling adalah kemungkinan bahwa sampel yang telah diambil tidak mewakili populasi, sehingga sebagai akibatnya, auditor menarik kesimpulan yang salah atas atas saldo akun atau kelompok transaksi. Karena risiko sampling, auditor menghadapi kemungkinan bahwa sampling dapat mengakibatkan salah satu dari kekeliruan keputusan tersebut :
1. memutuskan bahwa populasi yang diuji tidak dapat diterima, padahal sebenarnya dapat, dan
2. memutuskan bahwa populasi yang diuji dapat diterima, padahal sebenarnya tidak dapat.

Dalam istilah statistik, kekeliruan ini dikenal tipe I dan tipe II. Secara formal, kekeliruan tipe I dan II dapat didefiniskan sebagai berikut :
1. Risiko keliru menolak (Risk of Incorrect rejection) tipe I.
Pada pengujian pengendalian internal, merupakan resiko mengambil kesimpulan, berdasarkan hasil sampel, bahwa pengendalian tidak berjalan secara efektif, padahal pada kenyataannya pengendalian berjalan dengan efektif. Saat auditor mengevaluasi tingkat keandalan pengendalian dalam konteks audit laporan keuangan, risiko ini dikenal sebagai risiko ketergantungan yang rendah ( risk of underreliance) atau risiko penentuan tingat resiko pengendalian yang terlalu tinggi (risk of assessing control risk too high).
2. Risiko Keliru menerima (Risk of incorrect acceptance) tipe II.
Dalam pengujian pengendalian, merupakan risiko mengambil kesimpulan, berdasarkan hasil sampel, bahwa pengendalian beroperasi secara efektif, padahal kenyataannya tidak efektif. Jika auditor mengevaluasi tingkat keandalan pengendalian dalam konteks audit laporan keuangan, risiko ini dikenal sebagai risiko ketergantungan yang berlebih (risk of overreliance) atau risiko penentuan tingkat resiko pengendalian yang terlalu rendah (risk of assessing control risk too low).

Sampling audit juga menyangkut risiko nonsampling. Risiko nonsampling adalah risiko kekeliruan auditor dan timbul dari kemungkinan auditor mengambil sampel dari populasi yang salah untuk pengujian asersi, tidak dapat menemukan salah-saji material pada saat penerapan prosedur audit, salah menerjemahkan hasil audit. Jika dengan sampling statistik, auditor dapat mengkuantifikasi dan mengendalikan resiko sampling, tidak ada metode sampling yang dapat digunakan auditor untuk mengukur risiko sampling. Ketidakpastian yang berkaitan dengan risiko nonsampling ini dapat dikendalikan dengan pelatihan yang cukup, perencanaan yang memadai dan supervisi yang efektif.

Faktor penting dalam menentukan ukuran sampel
1. Tingkat keyakinan
Anda dapat menetapkan tingkat resiko sampling yang dapat diterima dengan mempertimbangkan jumlah keyakinan yang akan ditempatkan dalam pengujian dan konsekuensi dari kekeliruan. Sebagai contoh, auditor menetapkan risiko sampling untuk suatu penerapan sampling tertentu sebesar 5%, yang menimbulkan tingkat keyakinan 95 %. Tingkat keyakinan dan resiko sampling berhubungan dengan ukuran sampel: semakin tinggi tingkat keyakinan dan semakin rendah risiko sampling.
2. Kekeliruan yang dapat diterima dan diperkirakan
Bila tingkat keyakinan yang diinginkan telah ditetapkan, ukuran sampel yang memadai ditentukan terutama oleh seberapa besar kekeliruan yang dapat diterima melebihi kekeliruan yang diperkirakan. Semakin kecil perbedaan antara kedua variable tersebut, semakin tepat seharusnya hasil sampling, dan oleh karena itu semakin besar ukuran sampel yang diperlukan.

Saat auditor memilih sampel, mereka bisa mengambil paling tidak dua jalur, jalur pertama mengarah ke sampel terarah (directed sample); yang kedua merupakan sampel acak (random sample).
Sampel terarah atau sampel bertujuan digunakan bila auditor mencurigai adanya kesalahan serius atau manipulasi dan ingin mendapatkan bukti untuk mendukung kecurigaan mereka atau menemukan sebanyak mungkin hal yang mencurigakan. Proses ini tidak ada kaitannya dengan sampling statistik, jadi murni merupakan pekerjaan mendeteksi.

Sampel acak berupaya mencerminkan populasi tempat diambilnya sedekat mungkin. Bila auditor mengambil sampel acak, mereka mencoba mengambil gambar, berupa miniature,dari catatan atau data dalam jumlah yang sangat besar yang membentuk populasi tempat sampel di pilih. Makin besar sampel, makin dekat sampel tersebut mencerminkan populasi. Dalam bahasa audit, sampel tersebut kemudian dinamakan representatif atau mewakili.

Sampling statistik memungkinkan auditor mengukur risiko pengambilan sampel- yaitu risiko bahwa suatu sampel tidak mencerminkan populasi. Untuk mengukur risiko tersebut secara statistik maka pemilihan sampel tersebut haruslah acak.

Sampling nonstatistik tidak memungkinkan auditor untuk mengukur risiko pengambilan sampel secara obyektif, karena setiap unit populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk terpilih. Namun, sampling non statistic bisa bernilai untuk rancangan sampling terarah atau bentuk lain dari samplingmenggunakan pertimbangan.

Adapun langkah-langkah penerapan sampling atribut sebagai berikut :
A.Perencanaan
Langkah 1:
Menetapkan tujuan pengujian, standar audit mengharuskan penerapansampling direncanakan dengan baik dengan mempertimbangkan hubungan sampel dengan tujuan pengujian. Sebagai contoh, pada proses pendapatan, penagihan dilakukan setelah barang dikirimkan. Oleh karena itu, tidak ada transaksi penjualan yang harus di catat sampai ada dokumen pengiriman yang telah diotorisasi dengan tepat. Auditor dapat menguji melalui sampel apakah faktur penjualan sudah dicatat secara memadai dengan memeriksa dokumen pengirimannya.
Langkah 2 :
Mendefiniskan populasi sampling. Seluruh atau sebagian unsure-unsur yang terdapat pada kelompok transaksi merupakan populasi sampling. Sebagai contoh, misalkan auditor akan memeriksa efektivitas pengendalian yang dirancang untuk memastikan bahwa pengiriman ke pelanggan telah ditagih, yaitu dengan menguji apakah seluruh pengiriman, pada kenyataannya telah ditagih. Jika auditor menggunakan populasi faktur penjualan sebagai populasisampling, auditor tidak akan dapat mendeteksi barang yang sudah dikirim, tetapi belum tertagih, karena populasi faktur penjualan merupakan penjualan yang telah ditagih. Pada contoh ini, populasi sampling yang benar untuk menguji asersi kelengkapan kelengkapan adalah populasi seluruh barang yang telah terkirim yang didokumentasikan dalam dokumen pengiriman.
Langkah 3 :
Menentukan ukuran sampel.
Masukan utama dalam menentukan ukuran sampel adalah tingkat keyakinan yang diinginkan, tingat penyimpangan yang dapat diterima, dan tingkat penyimpangan populasi yang diperkirakan.

B. Pelaksanaan
Setelah aplikasi sampling direncanakan, auditor melaksanakan tahap-tahap berikut :
Langkah 4 :
Pemilihan unsur sampel
Standar audit mensyaratkan bahwa unsur sampel harus dipilih sedemikian rupa sehingga sampelnya dapat diharapkan mewakili populasi. Oleh karena itu, semua unsure harus memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih.
Langkah 5 :
Pelaksanaan Prosedur Audit
Setelah unsur sampel dipilih, auditor melaksanakan prosedur audit yang telah direncanakan. Melanjutkan contoh terdahulu tentang pengujian kelengkapan transaksi penjualan, auditor akan memeriksa paket faktur penjualan untuk mengetahui keberadaan dokumen pengiriman yang mendukung setiap faktur penjualan. Jika dokumen pengiriman ada, auditor akan menyimpulkan bahwa pengendalian telah dilaksanakan secara memadai. Jika dokumen pengirimantidak ada, unsur sampel tersebut dianggap sebagai penyimpangan terhadap prosedur pengendalian.
C. Evaluasi
Menghitung tingkat penyimpangan sampel dan tingkat penyimpangan tertinggi yang dihitung.
Setelah menyelesaikan prosedur-prosedur audit, auditor membuat ikhtisar penyimpangan untuk setiap pengendalian yang diuji dan mengevaluasi hasilnya. Sebagai contoh, jika ditemukan 2 penyimpangan dalam sampel yang berisi 50 unsur, tingkat penyimpangan sampel adalah 4 % ( 2:50).
D. Menarik kesimpulan akhir
Untuk menarik kesimpulan atas pengujian pengendalian pada penerapan sampling, auditor membandingkan tingkat penyimpangan yang dapat diterima dengan tingkat penyimpangan tertinggi yang dihitung. Jika tingkat penyimpangan tertinggi yang dihitung lebih rendah dari tingkat penyimpangan yang dapat diterima, auditor dapat menyimpulkan bahwa pengendalian dapat diandalkan. Jika tingkat penyimpangan tertinggi yang dihitung melebihi tingkat penyimpangan yang dapat diterima, auditor harus menyimpulkan bahwa pengendalian tidak berjalan pada tingkat yang dapat diterima.

Don Jones, staf yang bertanggungjawab untuk audit Calabro Paging Services, mengembangkan pemahaman atas proses pendapatan Calabro dan telah memutuskan untuk mengandalkan beberapa pengendalian tertentu untuk mengurangi risiko pengendalian di bawah maksimum. Jones akan melakukan pengujian untuk sepanjang tahun dan telah memutuskan bahwa populasi telah lengkap. 

Bagian berikut merupakan dokumentasi perencanaan sampling yang dibuat jones.
Langkah 1 :
Tujuan pengujian adalah untuk menentukan apakah proses pendapatan Calabro telah berjalan sesuai dengan dokumentasinya.
Langkah 2 :
Untuk penerapan sampling, Jones memutuskan untuk mengendalkan tiga pengendalian dalam proses pendapatan Calabro. 

Ketiga prosedurnya sebagai berikut :
1. Tanpa Persetujuan kredit untuk penjualan dan servis di otorisasi dengan benar
Staf departemen kredit Calabro memeriksa kemampuan kredit dari setiap pelanggan baru dan berdasarkan evaluasi tersebut menetapkan batas kredit.
Penyimpangan dalam pengujian ini didefinisikan sebagai kelalaian departemen kredit Calabro dalam mengikuti prosedur perstujuan kredit, baik untuk pelanggan baru maupun lama
2. Penjualan tidak akan dicatat tanpa adanya perjanjian penjualan dan sewa yang telah disetujui. Salah-satu pengendalian dalam proses pendapatan Calabro adalah bahwa penjualan tidak akan dicatat tanpa adanya perjanjian penjualan dan sewa yang dikirimkan ke departemen penagihan. Untuk pengendalian ini, penyimpangan yang didefinisikan sebagai ketiadaan perjanjian penjualan atau sewa yang disetujui.
3. Perjanjian penjualan dan sewa diberi harga yang pantas.
Pengendalian pada proses pendapatan Calabro diantaranya adalah penjualan alat perantara harus menggunakan daftar harga yang telah diotorisasi. Penyimpangan dalam kasus ini adalah penggunaan harga alat perantara yang tidak diotorisasi untuk biaya akses atau sewa yang tidak benar.

Pengertian Audit

Audit atau pemeriksaan bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Audit dilaksanakan oleh pihak yang kompeten, objektif, dan tidak memihak, yang disebut auditor. Tujuan dari audit adalah untuk memastikan dan memverifikasi bahwa subjek audit telah diselesaikan atau berjalan sesuai dengan standar, regulasi, dan praktik yang telah disetujui dan diterima

Auditor dalam pemerintahan termasuk ke dalam Jabatan Fungsional yang dapat diangkat setelah mengikuti Diklat Pembentukan Auditor Trampil (untuk PNS Gol. II) dan Diklat Pembentukan Auditor Ahli (untuk PNS Gol. III). Pihak yang berwenang untuk melaksanakan diklat tersebut adalah BPKP. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di http://pusdiklatwas.bpkp.go.id

Terdapat berbagai macam jenis audit, tergantung dari tujuannya, yaitu :
1. Audit Laporan Keuangan
Audit terhadap laporan keuangan suatu entitas atau organisasi yang akan menghasilkan opini mengenai relevansi, akurasi, dan kelengkapan laporan-laporan tersebut.

2. Audit Operasional
Pengkajian terhadap setiap bagian organisasi terhadap prosedur operasi standar yang diterapkan dengan tujuan untuk mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan keekonomisan.

3. Audit Ketaatan
Proses kerja yang menentukan apakah yang diaudit telah mengikuti standar, prosedur, dan aturan tertentu yang telah ditetapkan

4. Audit Investigatif
Serangkaian kegiatan mengenali, mengidentifikasi, dan menguji secara detail informasi dan fakta-fakta yang ada untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya dalam rangka pembuktian untuk mendukung proses hukum atas dugaan penyimpangan yang dapat merugikan keuangan suatu entitas.